LAPORAN
PRAKTIKUM
RANGKAIAN
LISTRIK
INDUKTANSI
DAN KAPASITANSI
PADA
RANGKAIAN AC
Nama : ARI BASTARI
N PM : 201043501095
LABORATORIUM
DASAR ELEKTRONIKA
DAN RANGKAIAN
LISTRIK
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK INFORMASI
UNIVERSITAS UNINDRA
2009/2010
PERCOBAAN
IV
1.
Judul
Percobaan: Induktansi dan Kapasitansi pada
Rangkaian AC
2.
Tujuan
·
Untuk mengenal sifat
impedansi pada jaringan kerja AC.
·
Untuk mempelajari
reaktansi dan induktansi.
3.
Daftar
Alat
·
Modul BEE 421C
·
Function Generator
·
Power Supply
·
Kabel penghubung
(jumper)
·
Oscilloscope
4.
Pendahuluan
Impedansi
Impedansi adalah hasil
gabungan dari nilai resistor dan reaktansi (hambatan dan Y) dalam rangkaian AC (alternating current). Nilai reaktansi
berasal dari nilai hambatan yang ada pada kapasitor dan induktor. Beban
kapasitif menyatakan impedansi yang kapasitansinya lebih besar dari
induktansinya. Demikian sebaliknya, beban induktif menyatakan bahwa induktansi
pada rangkaian itu lebih besar dibandingkan dengan kapasitansinya. Berikut ini
dijelaskan jenis-jenis rangkaian yang biasa dijumpai dalam rangkaian elektronik,
yaitu R, L, C, RLC seri dan RLC paralel.
Induktansi
Sebelum
kita membahas tentang induktansi, ada baiknya kita mempelajari tentang konsep fluks.
Sebuah toroida dengan N lilitan dialiri arus I sehingga menimbulkan fluks total
ϕ. Fluks total linkage didefinisikan sebagai jumlah perkalian dari
lilitan dan fluks ϕ yang bertautan
dengan masing-masing lilitan.
Sekarang
kita definisikan induktansi atau induktansi diri sebagai hasil bagi fluks total
dengan arus I. Arus total I yang mengalir dalam kumparan N menimbulkan ϕ dan pertautan fluks Nϕ, disini kita anggap fluks bertautan
dengan masing-masing lilitan. Induktansi dilambangkan dengan L dengan satuan
Henry.
Dimana:
= Jumlah fluks yang menembus setiap permukaan
yang kelilingnya ialah setiap lintasan yang berimpit dengan salah satu lintasan
N.
Persamaan
(1) dapat dipakai untuk menghitung induktansi parameter sebuah kabel sesumbu y
yang berjari-jari dalam a dan jejari luar b.
Sehingga akan kita dapatkan persamaan sebagai berikut:
Dan
kita peroleh induktansi untuk panjang d:
H/m
(Modul Praktikum Rangkaian Listrik, hal 23)
1.
Induktansi
Diri
Merupakan
induktansi dimana GGL induksi diri yang terjadi di dalam suatu penghantar bila
kuat arusnya berubah-ubah dengan satuan kuat arus tiap detik.
Arus
induktansi diri yang timbul pada sebuah trafo atau kumparan yang dapat
menimbulkan GGL induksi yang besarnya berbanding lurus dengan cepat perubahan
kuat arusnya.
Hubungan
dengan GGL induksi diri dengan laju perubahan kuat arus dirumuskan Joseph Henry sebagai berikut:
dimana:
ε = GGL induktansi diri (volt)
ΔI/Δt = Perubahan kuat arus (ampere/detik)
Gaya Gerak Listrik
ialah energi per muatan yang dibutuhkan untuk mengalirkan arus dalam loop
kawat. Dari rumus diatas dapat didefinisikan sebagai berikut: suatu kumparan
mempunyai induktansi diri sebesar 1 H bila perubahan arus listrik sebesar 1 A
dalam 1 detik pada kumparan tersebut menimbulkan GGL induksi sendiri sebesar 1
volt. (Buku
Fisika SMU kelas 2, hal 90)
2.
Induksi
Diri Sebuah Kumparan
Perubahan
arus dalam kumparan ditentukan oleh perubahan fluks magnetik 0 dalam kumparan.
Besarnya induksi diri dari suatu kumparan ialah:
dimana:
L = Induksi
diri kumparan (H)
I = Arus
(A)
N = Jumlah
lilitan
= Fluks magnetik kumparan
3.
Induktansi
diri Solenoida dan Toroida
Besarnya
induktansi solenoida dan toroida dapat kita ketahui dengan menggunakan
persamaan berikut:
dimana:
L = Induktansi
diri (H)
μ0 = Permeabilitas
Vakum (Wb/Am)
A = Luas
penampang (m2)
L = Panjang
solenoida (m)
N = Jumlah
lilitan
4.
Induktansi
Bersama
Satuan
SI dari induktansi bersama dapat dinamakan henry (H), untuk menghormati
fisikawan Amerika Joseph Henry (1797-1878), salah seorang dari penemu induksi
elektromagnetik. Satu henry (1 H) sama dengan satu weber per ampere (1 Wb/A).
Induktansi
bersama dapat merupakan sebuah gangguan dalam rangkaian listrik karena
perubahan arus dalam satu rangkaian dapat menginduksi tge yang tidak diingikan
oleh rangkaian lainnya yang berada didekatnya. Untuk meminimalkan efek ini,
maka sistem rangkaian ganda harus dirancang dengan M adalah sekecil-kecilnya;
misalnya, dua koil akan ditempatkan jauh terpisah terhadap satu sama lain atau
dengan menempatkan bidang-bidang kedua koil itu tegak lurus satu sama lain. Induktansi
bersama juga mempunyai banyak pemakaian, contohnya transformator, yang dapat
digunakan dalam rangkaian arus bolak-balik untuk menaikan atau menurunkan
tegangan. Sebuah arus bolak-balik yang berubah terhadap waktu dalam satu koil
pada transformator itu menghasilkan arus bolak-balik dalam koil lainnya; nilai
M, yang tergantung pada geometri koil-koil, menentukan amplitudo dari tge
induksi dalam koil kedua dan karena itu maka akan menginduksi amplitudo
tegangan keluaran tersebut.
Definisi
induktansi bersama dapat dilihat dari persamaan berikut:
dimana:
M = induktansi
silang
1 = kumparan
primer
2 = kumparan
sekunder
N2ϕ2 ialah banyaknya tautan
fluksi dengan kumparan 2. Jika bahan feromagnetik tidak ada, maka fluks ϕ2 berbanding langsung dengan
arus I dan induktansi mutualnya konstan, tak bergantung pada I1. (Buku Rangkaian Listrik, hal 178)
Jika
arus tersebut berubah terhadap waktu, maka:
Ruas kiri persamaan ini
adalah harga negatif GGL induksi ε2 dalam kumparan 2, sehingga:
Berdasarkan sudut
pandang ini, induktansi mutual dapat dianggap ggl induksi dalam kumparan 2.
5.
Prosedur
Percobaan
· Gunakan
modul BEE 421C untuk menghubungkan rangkaian seperti pada gambar 4.1
· Atur
function generator pada gelombang sinus pada output frekuensi 400 Hz dengan
tegangan 5 Vp-p.
· Sekarang
pindahkan channel 2 (Y2) oscilloscope ke titik 1 pada gambar dan ukur amplitude
dari bentuk gelombang Vz.
· Dari
besar arus hasil pengukuran Saudara, gunakan Hukum Ohm untuk menghitung
tegangan pada resistor 1000 ohm.
6.
Data
Hasil Percobaan
a. Untuk
rangkaian RC
R
|
C
|
Im
|
φ
|
Vm
|
1
kΩ
|
100
nF
|
0,8
mA
|
-86,4°
|
2,9
V
|
1
kΩ
|
220
nF
|
1,3
mA
|
-72°
|
2,6
V
|
10
kΩ
|
100
nF
|
0,4
mA
|
-36°
|
2,9
V
|
10
kΩ
|
220
nF
|
0,4
mA
|
-28,8°
|
2,9
V
|
b. Untuk
rangkaian RL
R
|
L
|
Im
|
φ
|
Vm
|
1
kΩ
|
700
mH
|
1,3
mA
|
57,6°
|
2,6
V
|
1
kΩ
|
1
H
|
1,0
mA
|
57,6°
|
2,8
V
|
10
kΩ
|
700
mH
|
0,4
mA
|
9,6°
|
2,9
V
|
10
kΩ
|
1
H
|
0,4
mA
|
13,6°
|
2,9
V
|
7.
Pengolahan
Data
a. Untuk
rangkaian RC
·
R
= 1 kΩ, C = 100 nF
·
R
= 1 kΩ, C = 220 nF
·
R
= 10 kΩ, C = 100 nF
·
R
= 10 kΩ, C = 220 nF
b. Untuk
rangkaian RL
·
R
= 1 kΩ, L = 700 mH
·
R
= 1 kΩ, L = 1 H
·
R
= 10 kΩ, L = 700
·
R
= 10 kΩ, L = 1 H
8.
Analisa
Hasil Percobaan
Pada
percobaan 4 ini, praktikan, menghitung beda fasa menurut percobaan dan
membandingkannya dengan nilai yang didapat melalui teori. Praktikan juga
menguji bentuk-bentuk gelombang sesuai sifat rangkaian, yaitu ketika rangkaian
bersifat induktif (resistor & induktor) maupun ketika bersifat kapasitif (resistor
& kapasitor).
Setelah
melakukan percobaan, ternyata hasil yang didapat bersesuaian dengan teori yang
menyatakan bahwa di rangkaian arus bolak-balik:
a. Pada
rangkaian R saja, arus akan sefasa dengan tegangan (resistif murni).
b. Pada
rangkaian R & C, arus akan mendahului (lead)
tegangan dengan beda fasa negatif. Pada
percobaan, terlihat di osiloskop bahwa sudut fasa antara arus dan tegangan
bernilai negatif.
c. Pada
rangkaian R & L, arus akan tertinggal (lag)
dari tegangan dengan beda fasa positif.
Pada percobaan, terlihat di osiloskop bahwa sudut fasa antara arus dan tegangan
bernilai positif.
Juga
ditemukan melalui percobaan bahwa ketika melakukan percobaan dengan elemen
resistor dan kapasitor (percobaan a),
kesalahan relatifnya lebih besar dibandingkan dengan percobaan menggunakan
elemen resistor dan induktor (percobaan b).
Menurut praktikan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan praktikan dalam membaca
(mengukur) jarak pada osiloskop yang kemudian mengakibatkan penyimpangan dari
nilai yang semestinya. Selain itu, faktor lainnya seperti resistansi dan induktansi
parasit yang dimiliki semua kapasitor juga memiliki andil yang besar pada
penyimpangan data pada hasil percobaan.
Penyimpangan
nilai seperti yang telah disebutkan di atas tidak ditemui ketika praktikan
menggunakan elemen resistor dan induktor yang dirangkai seri. Hal ini adalah
karena pada induktor tidak terdapat kapasitansi parasit, hanya resistansi
parasit saja. Dengan demikian ketiga postulat di atas terbukti pada percobaan
ini, meskipun terdapat sedikit penyimpangan hasil percobaan dengan elemen
resistor dan kapasitor.
9.
Kesimpulan
1. Parameter
yang mempengaruhi beda fasa antara arus dan tegangan pada rangkaian AC ialah
impedansi yang terdiri atas induktansi dan kapasitansi.
2. Pada
rangkaian yang bersifat induktif, sudut fasa antara arus dan tegangan bernilai positif
sehingga arus tertinggal dari tegangan.
3. Pada
rangkaian yang bersifat kapasitif, sudut fasa antara arus dan tegangan bernilai
negatif sehingga arus terdahulu dari tegangan.
4. Selain
kapasitansi, kapasitor juga memiliki unsur pengotor lainnya, yaitu resistansi
dan induktansi parasit.
5. Pada
induktor, parameter non-ideal yang dimilikinya hanyalah resistansi saja.
10.
Lampiran
Gambar Grafik
a. Untuk
rangkaian RC
R = 1 kΩ, C = 100 nF R = 1 kΩ, C =
220 nF
R = 10 kΩ, C = 100 nF R = 10 kΩ, C = 220 nF
b. Untuk
rangkaian RL
R = 1 kΩ, L = 700 mH R = 1 kΩ, L = 1
H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar